Kejadian ini terjadi beberapa tahun yang lalu.
Saat saya sedang maen game di komputer, nini saya datang dan mengatakan bahwa SPPT PBB rumah saya untuk yang ke-4 kalinya tidak ada.
Itu artinya sudah 4 tahun SPPT PBB rumah saya tidak ada.
Menurut Ibu RT, SPPT rumah saya memang di kelurahannya tidak ada.
Atau mungkin, rumah saya termasuk objek pajak yang dibebaskan dari pembayaran PBB.
hehehe...
Esok harinya, saya ke kantor PBB (waktu itu belum Pratama).
Disana saya bertemu dengan seorang security yang ramah, ketika saya menyampaikan maksud dan tujuan saya.
Beliau pun menunjukkan tempat layanan pajak.
Setelah saya menceritakan kembali bahwa maksud kedatangan saya adalah untuk menjemput SPPT yang 4 tahun tidak kunjung datang.
Seorang petugas pajak menanyakan nomor objek pajak rumah saya.
Kebetulan berkas pembayaran PBB sejak tahun 1992, saya bawa semua.
Setelah nomor objek pajak di entry ke dalam komputer, alangkah terkejutnya saya.
Ternyata rumah saya (saat itu harusnya masih memakai nama ambu saya), sudah berganti nama menjadi nama tetangga saya.
Wow.....!!!
Seketika itu juga saya panik.
Lalu saya melihat denahnya.
Dan benarlah, dalam denah terlihat jelas bahwa posisi di situ memang posisi rumah saya.
Saya makin panik ketika membaca keterangan bahwa tanah tersebut adalah lahan kosong.
Trus, selama ini saya tinggal dimana??? Masa tinggal di lahan kosong???
Sambil menunjukkan bukti berupa pembayaran PBB sejak tahun 1992, saya protes.
Masa nomor pajak rumah saya berganti nama begitu saja?
Eh, malah dibalikin.
Kenapa juga anda gak bayar pajak.
Trus, saya balikin lagi deh.
Emangnya situ nagih pajak ga?
Orang SPPT-nya gak ada?
Mana bisa bayar pajak kalo SPPT nya gak ada.
Kalo abis makan, bayarnya sesuai bill kan?
Sekarang mana bill-nya?
Saya serang dengan serombongan kata-kata mutakhir.
Sayangnya, saya menyerang petugas pajak itu cuma dalam hati aja.
Abisnya, gak tega.... dia cakep banget sie...
Putih... Tinggi.... Cakep... Aduh....
Gak tega pokoknya....
Jadi, saya memilih untuk bernegosiasi dengan damai.
Karena walau bagaimanapun, jika saya tidak mengendalikan emosi saya dengan baik,
bisa jadi saya benar-benar akan kehilangan rumah.
Setelah berbicara panjang lebar, saya pun mengetahui posisi saya sesungguhnya.
Jadi, ceritanya rumah itu kan atas nama Ambu saya.
Ambu saya meninggal empat tahun yang lalu.
Semenjak Ambu saya meninggal, SPPT tidak datang lagi.
Karena biasanya memang Ambu saya yang ngurusin, ya...
Kita-kita gak ambil pusing deh...
Memang pas tahun pertama SPPT tidak datang,
Abah berencana akan menelusurinya ke kantor pajak.
Tapi rupanya sampai Abah menempuh hidup baru, rencana Abah tidak terlaksana.
Akhirnya di tahun ke-4 saya datang ke kantor pajak.
Tereeee....ng...!!!
Sim salabim....!!
Rumah saya hilang berganti menjadi lahan kosong dengan nama orang lain pula.
Setelah berbincang yang cukup panjang....
Saya mengetahui bahwa komputerisasi data pajak dilaksanakan pada tahun kedua SPPT rumah saya tidak muncul.
Dan data lahan kosong pengganti rumah saya, dientry setahun kemudian.
Lalu petugas pajak memberikan persyaratan yang harus saya tunjukkan sebagai bukti bahwa rumah itu memang milik saya.
Satu bulan berikutnya, saya datang lagi ke kantor pajak.
Dengan membawa berbagai macam persyaratan.
Tapi ternyata petugas yang dulu melayani saya tidak ada.
Dan penggantinya adalah.....
Petugas pajak yang jauh......
lebih cakep... lebih putih... lebih muda...
Hmmm.....
Karena ada seorang bapak yang memakai baju dan celana berwarna krem kecoklatan yang sedang dilayani oleh petugas tersebut,
maka saya pun duduk menunggu giliran.
Saat itulah saya melihat bapak tersebut menyerahkan uang, entah berapa,
tapi ditolak secara halus oleh petugas yang lebih cakep itu.....
Hmmmm..........
Setelah bapak tersebut pergi, saya pun menghadap petugas yang lebih cakep itu.
Kembali saya menyatakan maksud dan tujuan saya kepada petugas yang lebih cakep,
seperti saat saya mengatakan maksud dan tujuan saya pada petugas sebelumnya.
Ternyata petugas yang ini tuh, adik kelasnya petugas yang dulu....
Dan petugas yang dulu, katanya lagi sekolah lagi...
Ketika kembali nomor objek pajak rumah saya dientry ke komputer,
tampilannya sama seperti yang dulu.
Rumah saya tidak ada.
Tapi saya sempet sangat sakit hati disitu.
Karena tiba-tiba aja entah darimana datangnya, ada seorang petugas pajak yang ga ada cakep-cakepnya nyeletuk,
"uda dijual kali".
Untung saja saya masih tahan untuk tidak "menghakiminya".
Enak aja uda dijual?
Siapa yang jual?
Tahun segitu tuh semuanya masih atas nama Ambu, dan Ambu uda meninggal.
Dan saya anak pertamanya! Nuduh saya!
Lagian sampe sekarang pun saya masih tinggal dirumah itu.
Masa rumah uda dijual saya mash bisa tinggal disitu?
Tapi, lagi-lagi itu semua cuma dalam hati.
Saya "menghakimi" petugas pajak yang gak ada cakep-cakepnya itu, cuma dalam hati.
Setelah menyerahkan berkas-berkas yang diperlukan kepada petugas yang cakep,
saya pun menerima tanda terima (kertas kecil yang menyatakan bahwa berkas saya sudah di terima petugas)
Dan saya diminta datang lagi dua minggu kemudian.
Dengan janji bahwa saat saya datang data saya sudah dientry ke komputer.
Seperti yang telah dijanjikan, saya pun kembali datang dua minggu kemudian.
Saya menemui petugas yang sama, seperti dua minggu yang lalu.
Setelah menunjukkan tanda terima kepadanya, dia pun mencari data saya di komputer.
Tapi ternyata.....
Tidak sampai dua menit, dia langsung terlihat panik.
"Sebentar ya," dia berkata sambil meninggalkan saya.
Lalu saya melihat, dia bertanya kepada sesama petugas, apakah petugas yang lain melihat berkas milik saya.
Melihat gelagatnya yang bulak-balik memasuki sebuah ruangan dan bulak-balik memeriksa tumpukan berkas dan bulak-balik bertanya pada temannya.
Saya pun dapat menarik kesimpulan, bahwa berkas yang telah saya percayakan padanya dua minggu yang lalu telah lenyap.
Setelah saya menyaksikan kepanikannya selama kurang lebih 20 menit, dia pun menghampiri saya.
"Maap, berkasnya hilang," petugas berkulit putih itu, makin terlihat putih di saat pucat.
"Belum dientry ke komputer?" tanya saya.
"Belum," jawab petugas.
Kayaknya ALLAH SWT sedang menguji kesabaran saya nih.
Pertama nama Ambu hilang dari database.
Kedua, saya sempat tersinggung atas komentar dua minggu yang lalu.
Eh, sekarang berkas yang saya kumpulkan malahan hilang.
Sedih banget sih saya.
Pengennya sih meluapkan kesedihan dengan amarah.
Tapi.... masih ada yang membuat saya penasaran, jika saya harus mengumpulkan setumpuk berkas yang diantaranya berupa fotocopy bukti pembayaran
pajak dari tahun 1992 (yang baru saja dinyatakan hilang), untuk mendapatkan kembali rumah saya, apakah tetangga saya yang namanya tercantum pada
nomor objek pajak (yang harusnya milik Ambu saya), juga melakukan hal yang sama?
Apakah tetangga saya juga mengumpulkan berbagai macam berkas seperti saya?
Tapi bukankah hanya ada satu nomor objek pajak?
Dan sejak tahun 1992 sampai lima tahun yang lalu, NOP yang bersangkutan tercetak atas nama Ambu saya.
Dan jelas tidak pernah terjadi proses jual-beli.
Semuanya benar-benar sangat tidak masuk akal.
Atau mungkin akal saya terlalu kecil, jadi gak bisa masuk semuanya ke dalam akal.
"Trus sekarang saya mesti ngapain?" tanya saya pada petugas pajak tersebut.
Saya bertanya dengan nada lunglai dan males-malesan.
Saat itu saya sedang mencoba meredam berbagai perasaan dan pikiran negatif yang bercampur baur.
Dan mungkin jika saat itu petugas menjawab bahwa saya sebaiknya naik ke atas meja dan joget.
Mungkin saya pun akan melakukannya, karena semua yang terjadi disini memang serba tidak masuk akal.
Dan saya sedang sangat bete banget.
"Anda kumpulkan lagi saja berkasnya," jawab petugas itu.
"Lagi?" tanya saya.
"Iya, nanti biar saya langsung yang mengurusnya sampai masuk database," jawabnya.
"Trus ntar hilang lagi?" tanya saya.
"Enggak, nanti saya langsung yang mengurusnya sampai masuk database," ulangnya.
"Trus kalau hilang lagi? Saya harus ngumpulin lagi kan?"
"Saya jamin gak hilang, saya sendiri yang akan mengerjakannya sampai masuk database,"
"Dijamin?"
"Dijamin!"
"Kalau hilang?"
"Tidak akan hilang, saya jamin!"
"Tidak akan hilang lagi maksudnya?"
"Iya, maksud saya tidak akan hilang lagi"
"OK"
Esoknya saya kembali membawa satu berkas persyaratan yang diminta.
Namun petugas tersebut tidak meminta saya untuk datang kembali dua minggu kemudian.
Dia justru meminta saya untuk datang kembali tiga hari kemudian.
Tiga hari kemudian saya datang lagi dan rumah saya (bukan lahan kosong atas nama orang lain) sudah masuk database.
Semenjak itu, tiap empat bulan sekali saya mendatangi kantor pajak.
Sekedar untuk mengecek bahwa rumah saya masih ada di peta/denah.
Beberapa hari yang lalu saya ke kantor pajak.
Sekarang lokasinya sudah pindah dan sudah menjadi pratama.
Saya mengurus pendaftaran NPWP.
Pelayanannya sudah sangat berubah, berubah kearah yang lebih baik.
Dari mulai sapaan security yang semakin ramah, sampai berkas saya yang diurus dengan baik dan tidak hilang.
Dan tentu saja sama seperti saat saya mengurus PBB, saya pun tidak dikenakan biaya apapun.
2 komentar:
ngomong2 petugas pajak yg cakep itu namanya siapa yah..?
"rahasia"
Posting Komentar