...........saatnya pantun mengiringi berbagai sisi perjalanan kehidupan............

26 November 2008

Cowok gw mesum banget

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat melihat berita di televisi.
Berita tentang siswa SMP yang masih mengenakan seragam sekolah, di sebuah loteng gedung kosong.
Menurut pembaca berita yang bersangkutan, kedua siswa itu sedang berbuat mesum sepulang sekolah. Lalu ada orang iseng yang merekamnya.
Dari yang saya lihat, mereka berdua sedang berciuman, berpelukan, dan siswa laki-laki menggendong siswa perempuan.

Padahal yang saya tahu, beberapa film remaja di Indonesia juga menampilkan adegan seperti itu.
Bahkan artisnya juga diwawancarai dan mengakui bahwa mereka memang berciuman (ciuman profesional).
Dan film tersebut dikategorikan sebagai film romantis, bukan film mesum.

Dan setau saya, cewek yang dicium pacarnya, pasti curhat ke temen-temennya dengan berkata, "cowok gw romantis banget".

Jadi kepada media, silakan tentukan dulu, definisikan dulu, mana yang mesum, dan mana yang romantis.

Karena tentunya mas-mas yang bekerja di media gak pengen donk kalau pacar anda curhat ke temen-temannya,"cowok gw mesum banget".



baca juga:

**palestine lebay
**menggugat professor kodok
**ganyang malaysia ganyang pak haji jawa

ini

Ini salahku
Lagi-lagi ini salahku
Berikan kepercayaan padamu
Ku tahu kau lebih tua dari ku
Ku tahu kau lebih lama hidup dibanding aku

Tapi satu hal yang sering ku lupakan
Usia tak tunjukkan kemampuan
Umur tak artikan pengetahuan

Kini harus ku lakukan lagi
Semua yang hampir ku selesaikan
Karena kau tlah hancurkan
Karena kau yang lakukan penyelesaian

Sayang…….
Itu adalah penyelesaian yang salah
Kini ku ulangi dari awal
Dan ku tak lagi harapkan bantuan

Bukan salah mu
Karena kau tak tahu
Ini salahku

Nenek

Sekitar seminggu sekali, di depan rumah saya lewat seorang nenek penjual makanan kecil.
Makanan kecil berupa keripik yang digoreng.
Berbagai macam keripik dibawanya bahkan kadang sampai setengah karung, dibawanya sendirian.
Sebenarnya sih tidak ada yang aneh dengan nenek penjual keripik ini, perawakannya sama seperti nenek-nenek pada umumnya.
Tata bahasanya pun menunjukkan bahwa nenek tersebut memang berasal dari golongan masyarakat pada umumnya.
Hanya saja sebelumnya, saya memang tidak pernah melihat nenek seusia itu masih berjualan keliling kampung.

Pada awal kemunculannya (awal saya melihat nenek berjualan), saya sering- bahkan selalu- membeli keripiknya dalam jumlah banyak- jika saya memang sedang berada di rumah.
Sampai-sampai seperti sudah langganan, karena tiap lewat di depan rumah saya, nenek penjual makanan kecil sering sengaja diam di depan pagar rumah.
Menunggu panggilan saya.

Namun sejak setahun belakangan, ketika marak diberitakan makanan berbahaya (atau mungkin saya baru aware dengan makanan berbahaya setahun ke belakang),
saya tidak lagi membeli makanan kecil dari nenek yang biasa lewat depan rumah.

Sampai sekarang pun nenek penjual makanan kecil masih lewat di depan rumah saya, walaupun sekarang tidak pernah lagi menunggu di depan pagar.
Karena sudah lama saya tidak pernah membeli dagangannya lagi.
Kadang saya merasa bersalah, nenek itu sudah renta masih berusaha mengais rezeki.
Tapi saya justru cuek gak peduli dengan alasan kesehatan.
Makanan kecil yang dijual nenek memang berwarna dan sangat gurih.
Tapi, saya kok jadi merasa jahat banget ya.




Saat Balita 2

Selain cerita tentang memanjat tiang, nini saya juga punya cerita lain yang sering diceritakan kembali pada saya.

Diantaranya adalah tentang kunjungan beliau ke rumah saya.
Jadi ceritanya, sewaktu itu ambu saya sedang ada tugas pelatihan yang mengharuskannya berangkat sangat pagi.
Itu artinya, ambu saya tidak sempat memandikan saya dan rai saya (usia saya dan rai terpaut satu tahun dua bulan).
Karena kebetulan nini menginap, akhirnya nini yang memandikan kami.
Sesuai pesan ambu, setelah mandi kami berbondong-bondong (rai digendong dan saya diseret - eh, becanda denk... maksudnya saya dituntun) ke warung membeli pisang goreng.

Yang membuat nini saya teringat terus dengan kisah ini adalah ketika nini selesai bertransaksi dan kami meninggalkan warung,
di saat bersamaan nini bermaksud untuk menuntun tangan saya kembali, beliau melihat tangan saya tidak memegang pisang goreng.

"pisang goreng teteh mana?" tanya nini.
Ditanya seperti itu, saya diam saja. Tapi mulut saya seperti sudah selesai mengunyah..
"sudah habis?" tanya nini saya.
Saya tetap diam tanpa reaksi. Seolah tidak terjadi hal apapun yang janggal.
Karena saya hanya diam tanpa reaksi, nini pun tidak lagi mempermasalahkannya.

Namun ketika ambu pulang, nini bercerita pada ambu tentang kejadian "aneh" tadi pagi.
Sayangnya, ambu tidak menganggap hal itu "aneh". Karena memang biasanya saya selalu menghabiskan pisang goreng sebelum meninggalkan warung,
bahkan bisa jadi ketika pemilik warung masih menghitung kembalian uang, pisang goreng di tangan sudah habis.
Yang membuat nini saya cukup kaget adalah kenyataan bahwa warung tersebut menjual pisang goreng dengan dua ukuran. Ukuran besar dan ukuran kecil.
Saya mendapat jatah dua buah pisang goreng ukuran besar, sementara rai saya mendapatkan sebuah pisang goreng ukuran kecil.
Di saat rai saya masih memegang pisang goreng yang utuh, saya justru sedang mencernanya.
Ya... Maklum aja lah... Namanya juga anak-anak.........

Saat Balita

Suatu ketika nini saya (bibinya ambu), pernah bercerita tentang kelakuan saya di saat saya masih balita, mungkin sekitar 4 atau 5 tahun.
Diantaranya menurut nini saya, saya paling suka memanjat tiang rumah. Kebetulan rumah nini saya memang memiliki banyak tiang.
Menurut beliau, jika saya berkunjung ke rumahnya,saya langsung memanjat tiang satu persatu.
Ketika orang lain baru mengucap salam, saya sudah mulai memanjat.
Malah pernah orang-orang masih salaman di teras depan,
saya sudah bertengger di tiang teras belakang rumah.
Dan saat waktu pulang tiba, tidak jarang saya menangis karena tidak mau pulang dan memilih bertengger di tiang.
Setelah capek bertengger, akhirnya saya pulang di gendong.
Untung gak diseret... hehehe.....

Sulit

Sulit…
Sudah ku bilang ini sulit
Terlalu sulit

Atau terlalu mudah…
Tentu mudah
Tentu mudah melempar pandangan
Tentu mudah menjangkaukan tangan

Terdiam disana menungguku
Dalam bisu dia menantiku
Mencoba menerka apa yang ada dalam pikiranku

Ku edarkan bola mata
Terlihat mudah disana
Atau disini…
Di sekeliling ini

Semua dapat menggapai
Semua leluasa menjamah
Apakah ku berani lakukan ini…

Ku tak berkutik
Soal ujian ini terlalu sulit
Apakah ku berani menyentuhnya

Sesuatu yang teronggok di dekatku
Menanti jamahan tanganku
Tapi satu hal yang membuatnya sulit
Ku percaya ada Tuhan* disini


*Allah SWT.

25 November 2008

Curhat

Kejadian ini terjadi beberapa tahun yang lalu.
Saat saya sedang maen game di komputer, nini saya datang dan mengatakan bahwa SPPT PBB rumah saya untuk yang ke-4 kalinya tidak ada.
Itu artinya sudah 4 tahun SPPT PBB rumah saya tidak ada.
Menurut Ibu RT, SPPT rumah saya memang di kelurahannya tidak ada.
Atau mungkin, rumah saya termasuk objek pajak yang dibebaskan dari pembayaran PBB.
hehehe...

Esok harinya, saya ke kantor PBB (waktu itu belum Pratama).
Disana saya bertemu dengan seorang security yang ramah, ketika saya menyampaikan maksud dan tujuan saya.
Beliau pun menunjukkan tempat layanan pajak.
Setelah saya menceritakan kembali bahwa maksud kedatangan saya adalah untuk menjemput SPPT yang 4 tahun tidak kunjung datang.
Seorang petugas pajak menanyakan nomor objek pajak rumah saya.
Kebetulan berkas pembayaran PBB sejak tahun 1992, saya bawa semua.
Setelah nomor objek pajak di entry ke dalam komputer, alangkah terkejutnya saya.
Ternyata rumah saya (saat itu harusnya masih memakai nama ambu saya), sudah berganti nama menjadi nama tetangga saya.
Wow.....!!!
Seketika itu juga saya panik.
Lalu saya melihat denahnya.
Dan benarlah, dalam denah terlihat jelas bahwa posisi di situ memang posisi rumah saya.
Saya makin panik ketika membaca keterangan bahwa tanah tersebut adalah lahan kosong.
Trus, selama ini saya tinggal dimana??? Masa tinggal di lahan kosong???

Sambil menunjukkan bukti berupa pembayaran PBB sejak tahun 1992, saya protes.
Masa nomor pajak rumah saya berganti nama begitu saja?
Eh, malah dibalikin.
Kenapa juga anda gak bayar pajak.
Trus, saya balikin lagi deh.
Emangnya situ nagih pajak ga?
Orang SPPT-nya gak ada?
Mana bisa bayar pajak kalo SPPT nya gak ada.
Kalo abis makan, bayarnya sesuai bill kan?
Sekarang mana bill-nya?

Saya serang dengan serombongan kata-kata mutakhir.
Sayangnya, saya menyerang petugas pajak itu cuma dalam hati aja.
Abisnya, gak tega.... dia cakep banget sie...
Putih... Tinggi.... Cakep... Aduh....
Gak tega pokoknya....

Jadi, saya memilih untuk bernegosiasi dengan damai.
Karena walau bagaimanapun, jika saya tidak mengendalikan emosi saya dengan baik,
bisa jadi saya benar-benar akan kehilangan rumah.
Setelah berbicara panjang lebar, saya pun mengetahui posisi saya sesungguhnya.
Jadi, ceritanya rumah itu kan atas nama Ambu saya.
Ambu saya meninggal empat tahun yang lalu.
Semenjak Ambu saya meninggal, SPPT tidak datang lagi.
Karena biasanya memang Ambu saya yang ngurusin, ya...
Kita-kita gak ambil pusing deh...
Memang pas tahun pertama SPPT tidak datang,
Abah berencana akan menelusurinya ke kantor pajak.
Tapi rupanya sampai Abah menempuh hidup baru, rencana Abah tidak terlaksana.
Akhirnya di tahun ke-4 saya datang ke kantor pajak.
Tereeee....ng...!!!
Sim salabim....!!
Rumah saya hilang berganti menjadi lahan kosong dengan nama orang lain pula.

Setelah berbincang yang cukup panjang....
Saya mengetahui bahwa komputerisasi data pajak dilaksanakan pada tahun kedua SPPT rumah saya tidak muncul.
Dan data lahan kosong pengganti rumah saya, dientry setahun kemudian.
Lalu petugas pajak memberikan persyaratan yang harus saya tunjukkan sebagai bukti bahwa rumah itu memang milik saya.

Satu bulan berikutnya, saya datang lagi ke kantor pajak.
Dengan membawa berbagai macam persyaratan.
Tapi ternyata petugas yang dulu melayani saya tidak ada.
Dan penggantinya adalah.....
Petugas pajak yang jauh......
lebih cakep... lebih putih... lebih muda...
Hmmm.....
Karena ada seorang bapak yang memakai baju dan celana berwarna krem kecoklatan yang sedang dilayani oleh petugas tersebut,
maka saya pun duduk menunggu giliran.
Saat itulah saya melihat bapak tersebut menyerahkan uang, entah berapa,
tapi ditolak secara halus oleh petugas yang lebih cakep itu.....
Hmmmm..........

Setelah bapak tersebut pergi, saya pun menghadap petugas yang lebih cakep itu.
Kembali saya menyatakan maksud dan tujuan saya kepada petugas yang lebih cakep,
seperti saat saya mengatakan maksud dan tujuan saya pada petugas sebelumnya.
Ternyata petugas yang ini tuh, adik kelasnya petugas yang dulu....
Dan petugas yang dulu, katanya lagi sekolah lagi...
Ketika kembali nomor objek pajak rumah saya dientry ke komputer,
tampilannya sama seperti yang dulu.

Rumah saya tidak ada.
Tapi saya sempet sangat sakit hati disitu.
Karena tiba-tiba aja entah darimana datangnya, ada seorang petugas pajak yang ga ada cakep-cakepnya nyeletuk,
"uda dijual kali".
Untung saja saya masih tahan untuk tidak "menghakiminya".
Enak aja uda dijual?
Siapa yang jual?
Tahun segitu tuh semuanya masih atas nama Ambu, dan Ambu uda meninggal.
Dan saya anak pertamanya! Nuduh saya!
Lagian sampe sekarang pun saya masih tinggal dirumah itu.
Masa rumah uda dijual saya mash bisa tinggal disitu?

Tapi, lagi-lagi itu semua cuma dalam hati.
Saya "menghakimi" petugas pajak yang gak ada cakep-cakepnya itu, cuma dalam hati.

Setelah menyerahkan berkas-berkas yang diperlukan kepada petugas yang cakep,
saya pun menerima tanda terima (kertas kecil yang menyatakan bahwa berkas saya sudah di terima petugas)
Dan saya diminta datang lagi dua minggu kemudian.
Dengan janji bahwa saat saya datang data saya sudah dientry ke komputer.

Seperti yang telah dijanjikan, saya pun kembali datang dua minggu kemudian.
Saya menemui petugas yang sama, seperti dua minggu yang lalu.
Setelah menunjukkan tanda terima kepadanya, dia pun mencari data saya di komputer.
Tapi ternyata.....
Tidak sampai dua menit, dia langsung terlihat panik.
"Sebentar ya," dia berkata sambil meninggalkan saya.
Lalu saya melihat, dia bertanya kepada sesama petugas, apakah petugas yang lain melihat berkas milik saya.
Melihat gelagatnya yang bulak-balik memasuki sebuah ruangan dan bulak-balik memeriksa tumpukan berkas dan bulak-balik bertanya pada temannya.
Saya pun dapat menarik kesimpulan, bahwa berkas yang telah saya percayakan padanya dua minggu yang lalu telah lenyap.
Setelah saya menyaksikan kepanikannya selama kurang lebih 20 menit, dia pun menghampiri saya.

"Maap, berkasnya hilang," petugas berkulit putih itu, makin terlihat putih di saat pucat.
"Belum dientry ke komputer?" tanya saya.
"Belum," jawab petugas.
Kayaknya ALLAH SWT sedang menguji kesabaran saya nih.
Pertama nama Ambu hilang dari database.
Kedua, saya sempat tersinggung atas komentar dua minggu yang lalu.
Eh, sekarang berkas yang saya kumpulkan malahan hilang.
Sedih banget sih saya.
Pengennya sih meluapkan kesedihan dengan amarah.

Tapi.... masih ada yang membuat saya penasaran, jika saya harus mengumpulkan setumpuk berkas yang diantaranya berupa fotocopy bukti pembayaran
pajak dari tahun 1992 (yang baru saja dinyatakan hilang), untuk mendapatkan kembali rumah saya, apakah tetangga saya yang namanya tercantum pada
nomor objek pajak (yang harusnya milik Ambu saya), juga melakukan hal yang sama?

Apakah tetangga saya juga mengumpulkan berbagai macam berkas seperti saya?
Tapi bukankah hanya ada satu nomor objek pajak?
Dan sejak tahun 1992 sampai lima tahun yang lalu, NOP yang bersangkutan tercetak atas nama Ambu saya.
Dan jelas tidak pernah terjadi proses jual-beli.
Semuanya benar-benar sangat tidak masuk akal.
Atau mungkin akal saya terlalu kecil, jadi gak bisa masuk semuanya ke dalam akal.


"Trus sekarang saya mesti ngapain?" tanya saya pada petugas pajak tersebut.
Saya bertanya dengan nada lunglai dan males-malesan.
Saat itu saya sedang mencoba meredam berbagai perasaan dan pikiran negatif yang bercampur baur.
Dan mungkin jika saat itu petugas menjawab bahwa saya sebaiknya naik ke atas meja dan joget.
Mungkin saya pun akan melakukannya, karena semua yang terjadi disini memang serba tidak masuk akal.
Dan saya sedang sangat bete banget.

"Anda kumpulkan lagi saja berkasnya," jawab petugas itu.
"Lagi?" tanya saya.
"Iya, nanti biar saya langsung yang mengurusnya sampai masuk database," jawabnya.
"Trus ntar hilang lagi?" tanya saya.
"Enggak, nanti saya langsung yang mengurusnya sampai masuk database," ulangnya.
"Trus kalau hilang lagi? Saya harus ngumpulin lagi kan?"
"Saya jamin gak hilang, saya sendiri yang akan mengerjakannya sampai masuk database,"
"Dijamin?"
"Dijamin!"
"Kalau hilang?"
"Tidak akan hilang, saya jamin!"
"Tidak akan hilang lagi maksudnya?"
"Iya, maksud saya tidak akan hilang lagi"
"OK"

Esoknya saya kembali membawa satu berkas persyaratan yang diminta.
Namun petugas tersebut tidak meminta saya untuk datang kembali dua minggu kemudian.
Dia justru meminta saya untuk datang kembali tiga hari kemudian.

Tiga hari kemudian saya datang lagi dan rumah saya (bukan lahan kosong atas nama orang lain) sudah masuk database.
Semenjak itu, tiap empat bulan sekali saya mendatangi kantor pajak.
Sekedar untuk mengecek bahwa rumah saya masih ada di peta/denah.

Beberapa hari yang lalu saya ke kantor pajak.
Sekarang lokasinya sudah pindah dan sudah menjadi pratama.
Saya mengurus pendaftaran NPWP.
Pelayanannya sudah sangat berubah, berubah kearah yang lebih baik.
Dari mulai sapaan security yang semakin ramah, sampai berkas saya yang diurus dengan baik dan tidak hilang.
Dan tentu saja sama seperti saat saya mengurus PBB, saya pun tidak dikenakan biaya apapun.


MaLOE

Ceritanya di kampus saya diselenggarakan lomba cepat tepat untuk anak SMU.
Dan saya diminta untuk menjadi juri dalam babak semifinal.
Acara lomba cepat tepat ini, memang acara rutin tahunan.
Sebenarnya ini bukan kali pertama saya menjadi juri.
Tapi ini adalah pertama kalinya saya menjadi juri I (Ada dua orang juri, juri I dan juri II)
Seperti biasa saya diberi berkas soal dan jawaban oleh panitia (adik angkatan saya).
Setelah itu kami pun memulai acara lomba babak semifinal.
Semuanya berjalan lancar, dan sampai-lah pada babak rebutan.

Karena rebutan maka saya harus memperhatikan kelompok mana yang menekan tombol lebih dahulu, dan langsung mempersilakan mereka menjawab.
Sehingga saya tidak sempat lagi untuk menghitung ulang jawaban.

"Ya silakan regu C!" suara saya langsung terdengar sepersekian detik setelah terdengar bunyi bel dari regu C.
"0,75"
"Salah! Minus 50 untuk regu C!"
"Kok salah sih," protes regu C.

Dan terlihat pesrta dari grup lain juga bingung dengan keputusan saya.
Seketika itu juga saya melirik ke lembar penyelasaian, dan disaat bersamaan, teman saya yang berperan sebagai juri II membisikkan bahwa grup C benar.

"Ya! 100 untuk regu C! Ralat untuk minusnya!" seru saya.
"Ya... intermezo dikit lah... Untuk mengetes perhatiannya," sambung saya, ngeles.
Mungkin jika kejadian itu terjadi hanya satu kali, peserta dan penonton lomba akan percaya bahwa yang tadi memang intermezo.

Sayangnya kejadian itu berulang sampai tiga kali.
Jadilah saya terlihat sangat bodoh.
Dan saya malu banget.
Tapi saya anggap aja ini adalah bagian dari bimen (bimbingan mental).
Dan untungnya tidak ada peserta dan penonton lomba yang mempermasalahkan "intermezo" saya secara terbuka.

Walaupun begitu setelah acara berakhir, saya sempat laporan ke panitia pembuat soal, bahwa saya malu banget.

Cinta

Hari menjelang siang, saat saya menyalakan komputer.
Namun, karena saya tidak tertarik untuk mulai menulis.
Saya pun meng-switch monitor komputer menjadi layar televisi. (Karena televisi saya sudah lama rusak dan akhirnya lahirlah dwi fungsi monitor).

Ada tayangan tentang seorang ibu sedang mencari anaknya yang hilang.
Ketika foto anak yang hilang tersebut ditampilkan, sepintas terlihat bahwa anak tersebut memiliki keterbatasan mental.
Saat melihat bahwa anak dalam foto adalah memang anaknya, ibu tersebut menangis bahagia.
Tergambar jelas kebahagiaan seorang ibu yang telah menemukan kembali anaknya.
Walaupun mereka belum bertemu wajah secara langsung.
Dan benar saja, ketika pertemuan ibu dan anak terjadi, kebahagiaan pun terpancar dari wajah sang ibu.

Saya lalu mengganti saluran televisi.
Seorang pemulung menemukan bayi laki-laki yang sudah tidak bernyawa di sebuah tempat sampah. Diperkirakan bayi yang baru dilahirkan tersebut dibuang karena tidak diinginkan oleh kedua orang tuanya.


Ketika saya ganti lagi saluran televisi, ada acara yang menampilkan perselisihan ibu dan anak dari kalangan selebritis.
Disebutkan bahwa perselisihan tersebut terjadi karena adanya perbedaan pendapat.
Dan mereka saling lempar opini, berusaha untuk terlihat lebih benar dari yang lain.
Tapi justru yang jelas terlihat oleh saya adalah mereka sedang menyakiti dirinya sendiri.

Anak tidak bisa hadir ke dunia tanpa orang tua.
Dan tidak ada sebutan Ayah atau Bunda jika tidak ada anak.
Keduanya terikat oleh ikatan yang tak terlihat.
Kasih sayang tulus dari seorang ibu, meski anaknya memiliki keterbatasan mental, merupakan wujud dari cinta tanpa syarat (unconditional love).
Dan cinta itulah yang harusnya ada pada setiap hubungan anak dan orang tua, bagaimanapun keadaannya.

Bulir

Bulir-bulir jagung berbentuk keringat
Memenuhi tiap inci kulitku
Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuh

Ngilu ku rasakan di setiap sudut sendi
Mual di ulu hati merebak penuhi diri
Lemas terasa menyelimuti
Dingin membekukan telapak kaki

Ingin ku sesali yang tlah terjadi
Ingin ku ulangi semua yang tlah ku lalui

Namun lembayung tlah merona
Mentari pun mulai tenggelam
Kegelapan menggantikan senja
Gelap gulita tanpa si dewi malam


Banjir

Yaah.......... banjir.......
Baru keluar dari stasiun Jayakarta setelah menyerahkan tiket seharga
6 ribu rupiah ke petugas, langsung terdengar suara-suara berlirik "banjir"
dengan nada berbeda-beda dari para penumpang Kereta Api Ekonomi Ac
Bogor-Jakarta yang telah lebih dulu melihat genangan air di depan stasiun.
Saya berangkat dari Bogor pukul 08.27 WIB (jam keberangkatan kereta
tertulis pada loket karcis), Bogor dalam kondisi cerah cenderung panas.
Tapi sekarang di depan saya terlihat langit mendung, hujan rintik-rintik
alias gerimis. Yang dilengkapi banjir.

Rencananya saya mau ke Pasar Pagi Mangga Dua.
Tapi, kalau banjir begini.... Ya... mending pulang lagi aja ke Bogor.
Dan sebelum pulang, saya pengen nonton banjir dulu....
Kagum juga sih melihat bagaimana orang Jakarta (atau orang yang bekerja di Jakarta)
sudah begitu sangat terbiasa dengan banjir.
Tidak ada istilah jijik dengan air banjir.
Bahkan untuk sebagian orang, banjir berarti kesempatan mengais rezeki.
Banjir yang terlihat setinggi betis itu, di bagian jalan tertentu
menjadi selutut atas orang dewasa (yang saya jadikan patokan adalah seorang
polisi cepe, yang mengatur lalu lintas di pertigaan itu).
Namun, banjir tersebut tidak menjadi halangan untuk beraktivitas.
Terlihat para penumpang kereta yang turun bersama saya, langsung menembus hujan
dengan berbagai fasilitas yang tersedia, ada yang menembus banjir dengan ojek motor,
ojek beca dilengkapi payung, bahkan ada pula ojek sepeda.

Di depan stasiun, beberapa supir bajaj terlihat sedang mencoba menghidupkan
mesin bajajnya yang mogok.
Tapi ternyata ada juga bajaj yang berhasil menerobos
banjir tanpa mogok.
Wow hebat...!!!
Juga tak kalah hebat, ketika ada sedan yang baik-baik saja (tidak mogok)
setelah menembus banjir.
Namun untuk bajaj yang mogok pun, ternyata tidak dibutuhkan waktu lama untuk menghidupkan mesinnya kembali.
Tidak lebih dari 15 menit, bajaj yang mogok langsung mengeluarkan kembali suara khasnya.

Beberapa abang ojek motor menawarkan jasanya pada saya, tapi karena saya memang
sudah tidak berniat untuk pergi kemanapun (selain pulang ke Bogor), maka saya jawab saja kalau saya tunggu jemputan.
Tak lama berselang, keluar para penumpang kereta yang baru tiba.
Mereka juga melakukan hal yang sama seperti para penumpang kereta sebelumnya.
Menyewa jasa ojek.
Bahkan banyak yang hanya melipat celana dan menembus banjir begitu saja
(berjalan kaki).

Tapi ada yang lucu, seorang laki-laki memakai celana kargo dengan resleting penyambung di bagian lutut. Dia melepas celana bagian bawahnya, melipat celana bagian atasnya, mengganti sepatu sniker dengan sendal jepit. Memasukkan semua barangnya ke dalam ransel. Trus, nyebrang sungai deh....
hehehe...... becanda denk... maksudnya... nyebrang sungai buatan alias banjir.

Pukul 12.55 WIB saya tiba kembali di Bogor, cuaca Bogor masih sama seperti tadi pagi.
Sangat cerah dengan panas cukup membara.
Satu lagi rasa syukur, karena saya dilahirkan dan dibesarkan di Bogor.

Again just like another nights

Again just like another nights
I can’t sleep
Always wake up
Always get nightmare
I got dizzy

Try to understand my life
Get some food
Get some drink
Put fire on the fuckin’ smoke

Taking a deep breath
Looking at the sky
There are a lot of stars
Exactly same just like another nights
====================
let us enjoy it

seluruh pantun dan artikel di blog ini dihimbau untuk dicopas dan disebarluaskan (untuk tujuan non komersil) tanpa perlu minta izin pada
etikush.
cukup cantumkan link lengkap etikush ataw sekedar "by etikush" setiap kali anda copas.
ataw menuliskan "by etikush n adik" jika ada keterangan bahwa pantun tersebut dibuat bersama adik.
terima kasih.

SELAMAT MENJELAJAH BLOG PANTUN etikush!!!
=======================

semua pantun+artikel+tulisan di blog ini adalah bikinan etikush.
kecuali
jika pantun+artikel+tulisan tersebut disertai catatan tambahan mengenai nama penulis ataw sumbernya.

========================
blog etikush memiliki aturan yang berlaku bagi setiap pengunjung blog etikush.
tentunya aturan tersebut sejalan dengan aturan blogger menyangkut hak cipta.
bila ada yang berkeberatan, harap dimengerti bahwa ini untuk kedamaian dunia akhirat anda.

salam damai
:)


========================


seluruh artikel yang menampilkan o-on dkk (i-in+a-an+e-en+u-un) bersifat fiktif dan sekedar rekayasa semata...

===============================
ada ibu berkata pada anak perempuannya:
klo kmu ampe nangis gara-gara pacarmu, mama gak akan marah ama pacarmu.
tapi mama pasti marah ama kmu, krn mama gak pernah ngajarin kmu untuk jd cewek bego yang pcaya mulut cowok.


============================== Berbeda dengan hak merek dan hak paten yang bersifat konstitutif, hak cipta bersifat deklaratif. Artinya, pencipta atau penerima hak MENDAPATKAN PERLINDUNGAN HUKUM SEKETIKA setelah suatu ciptaan dilahirkan. Lebih lanjut tentang hak cipta HUKUMHAM.INFO ==============================

tidak menemukan pantun yang anda inginkan?
silahkan masukkan kata yang anda inginkan pada kotak pencarian.
etikush
menyediakan lebih dari satu judul pantun untuk satu tema pantun yang sama.
(tersedia sekitar 1003 BAIT pantun)

Cari Pantun

hei cewek!!!
pernah dapet pantun yang membangkitkan gelora asmara (bikin kamu Ge-eR) dari cowok???
kalo pernah, ikuti langkah2 dibawah ini:
* baca kembali pantun tersebut
* masukkan rangkaian kata dalam pantun tersebut ke kotak pencarian
* bersyukurlah jika pantun tersebut muncul di blog ini, se-enggaknya kamu tau kalo tuh pantun bikinan cewek manis bernama etikush...
hehehe...
:))
=========================================
ATURAN COPAS mencantumkan " by etikush "
=========================================
ANDA PENGANUT COPAS TANPA ATURAN? Klik Disini =========================================
=========================================
makasih banget buat kamu2 yang rajin ngunjungin blog etikush,
apalagi buat yang uda kasih 'constructive comment' dan uda naro etikush di blogrollnya, thanks a lot buddies.


semoga ridho ALLAH SWT selalu bersama qta
dan semoga ALLAH SWT senantiasa menunjukkan jalan yang lurus pada qta
Aamiiin...
:)
=========================================
CARA MENGHAPUS PERMANEN AKUN FACEBOOK klik disini
=========================================

============== PANTUN PANTUN KEREN klik disini ==============

saya

Foto saya
sedang berperahu bersama penyair bersahaja

saya tidak memiliki akun facebook

etikush berhubungan dengan penyair bersahaja