kronologi birokrasi

pada hari senin e-en menuju rumah pak er-te untuk meminta surat pengantar pindah keluar kota.

***di rumah pak er-te
di rumah pak er-te berbasa-basi lalu meminta surat pengantar,
lalu e-en pun memberi uang sebesar duapuluh ribu.
pak er-te sih gak minta, cuma e-en-nya aja yang pengen ngasih,
e-en ngasihnya ke bu er-te.





***setelah sampai rumah
lho kok pada bagian titi mangsa, tertulis bulan september?
padahal-kan sekarang bulan november, pikir e-en.
maka e-en pun balik lagi ke rumah pak er-te.







***di kelurahan
e-en disambut penuh senyum oleh seorang ibu pegawai yang memang pernah mengurusi pembuatan KTP.
waktu bikin KTP, karena dibikinin ama si ibu pegawai (si ibu yang ngurus ke kecamatannya),
e-e-n membayar seratus ribu (sesuai yang diminta si ibu).

tapi karena sekarang e-en hanya meminta surat pengantar,
dengan pertimbangan bahwa membuat surat pengantar adalah tugas si ibu,
dan si ibu sudah dibayar di awal bulan (sebelum bekerja uda dibayar dulu) oleh negara,
maka e-en hanya mengucapkan terima kasih dan tidak memberi uang sepeser pun,
lalu ketika e-en meninggalkan kelurahan,
si ibu pun membuang muka dan memasang wajah cemberut,
malahan pas tadi e-en ngomong "terima kasih", gak dijawab ama si ibu-nya, dia bener2 buang muka.







***di kecamatan
"ini sudah selesai, mbak," kata seorang pegawai kecamatan yang seusia e-en (usia: pertengahan duapuluhan),
sambil menyodorkan surat pengantar.
"tinggal dibawa ke catatan kikil," sambung pegawai kecamatan.
(sebenernya e-en agak bingung,
catatan kikil tuh berarti dibawa ke tukang kikil?
enak dunkxz nih, bisa makan soto kikil, pikir e-en)

"oh, iya makasih," sahut e-en, sambil menarik surat pengantar tersebut.
tapi ternyata pegawai kecamatan pun masih memegang surat tersebut,
lalu terjadi-lah tarik-menarik surat (kejadiannya benar2 mirip tarik tambang, cuma tambangnya diganti pake kertas).

lalu e-en pun menatap wajah pegawai tersebut,
"administrasinya-administrasinya," ujar pegawai kecamatan berulang-ulang dengan suara amat pelan.

oh, rupanya dari tadi tuh pegawai kecamatan minta duit,
abis suaranya pelan, mana gw denger, gw kan agak2 budek, pikir e-en.

lalu e-en pun bertanya,"oh, berapa?" dengan suara sedang.

"sepuluh ribu," kali ini pegawai kecamatan yang masih berusia pertengahan duapuluh dan seusia dengan e-en benar2 menjawab dengan berbisik.

dan e-en melihat bahwa pegawai tersebut terlihat kayak mau nangis.
wajah pegawai wanita berusia pertengahan duapuluhan itu benar2 menunjukkan bahwa dia tidak nyaman.

lalu e-en merogoh celana jeans-nya yang uda robek2 dimakan tikus.
"ini," e-en menyerahkan uang logam gope-an sebanyak 20 keping.

"sorry receh, soalnya dapet dari ngamen," ujar e-en sambil tersenyum ramah.

lalu pegawai kecamatan yang masih junior itu pun menebarkan uang receh tersebut ke arah para pegawai senior dengan maksud "nyawer".







***di catatan kikil
"administrasinya sepuluh ribu," jawab seorang pegawai wanita berusia empat puluh tahunan,
padahal e-en gak nanya lho, dia-nya aja jawab sendiri.
"ini, bu," kali ini e-en menyerahkan selembar duapuluh ribu-an.
"ada kembaliannya, kan?" tanya e-en cemas, karena uangnya memang tinggal selembar.


sambil menunggu uang kembalian, e-en pun memeriksa kembali hasil print-an yang diterimanya.

"ini kembaliannya," kata si ibu pegawai yang sepertinya punya hobi membelikan oleh2 untuk anak2 di rumah dengan uang haram.

"maaf bu, ini datanya kok berbeda dengan data yang dari kecamatan yah?" e-en menunjukkan perbedaan data pada hasil print dan pada surat pengantar dari kecamatan.

"oh, itu sih di tipe-ex sendiri aja, gapapa kok," sahut ibu pegawai yang sepertinya gak becus memindahkan data.

"trus ini juga namanya kurang satu huruf, bu," kata e-en sambil menunjukkan hasil print-an yang kurang satu huruf.

"oh, itu sih lampirin aja KK-nya, tulis keterangannya sendiri," sahut ibu pegawai yang sepertinya gak becus mengeja nama, lalu dia masuk ke dalam dan meninggalkan loket begitu saja.

tinggal-lah e-en sendirian ditemani pohon duren yang belum berbuah.
digenggamnya uang sepuluh ribu rupiah, kembalian dari ibu pegawai catatan kikil.


alhamdulillah, terima kasih ya ALLAH,
untung ibu pegawai tersebut mau memberi uang kembalian,
jika ibu pegawai tersebut tidak memberi uang kembalian,
pastilah aq harus berjalan kaki sejauh 5 km, pikir e-en.
(sambil berusaha merasa beruntung,
walaupun surat pengantar yang digenggamnya salah data,
sambil berusaha memaafkan kesalahan ibu pegawai,
walaupun ibu pegawai tidak meminta maaf atas kesalahan kerja yang telah dia lakukan).



laper nih, duitnya cukup gak yach buat beli soto kikil?