Hidup Tanpa Ibu

Beberapa kali, i-in melihat berita tentang rebutan tanah di TV.

Dan itu mengingatkan i-in, bahwa tanah seluas 100m2 yang dia tempati ini,
sempat direbut oleh salah seorang tetangganya yang sangat kaya raya.

Sejak dulu, Ibu i-in-lah yang selalu mengurus apapun yang berkaitan dengan rumah.
Termasuk mengurus pembayaran pajak rumah.

Dan saat Ibu i-in masih hidup, tetangganya yang sangat kaya raya itu,
memang menginginkan rumah i-in.

Tapi, keluarga i-in tidak berniat menjual rumahnya.

Tahun yang sama saat ibu i-in meninggal, SPPT PBB rumah tidak keluar.
Menurut Ketua RT, di kelurahannya memang tidak ada.

Karna saat itu i-in tidak mengerti soal pajak,
dan adik i-in ada yang masih SD,
maka i-in lebih mengutamakan mengurus adik2.

Dan rencananya memang Ayah i-in yang akan mengurus SPPT PBB tersebut.

Namun, sampai tahun ketiga setelah Ibu i-in meninggal,
ternyata Ayah i-in masih juga belum mengunjungi kantor pajak.
Pada tahun ketiga itu, Ayah i-in menikah dan menempuh hidup baru di rumah yang baru (terpisah dengan i-in).

Pada tahun keempat, SPPT PBB masih tidak keluar.
Lalu i-in mengunjungi kantor Pajak.
Ketika NOP(nomor objek pajak) milik Ibu i-in di entry,
ternyata yang keluar adalah nama tetangga i-in yang sangat kaya raya.

Dan ketika melihat nama Ibu i-in berganti,
i-in bingung, kok bisa ganti ya?

Akhirnya i-in tahu bahwa komputerisasi data dilakukan dua tahun setelah kematian Ibunya.
Yang tidak bisa i-in mengerti adalah mengapa data bisa berubah begitu saja?
Dan yang lebih aneh,
menurut data yang i-in intip di komputernya,
lokasi berdirinya rumah i-in tertulis lahan kosong.

Pertanyaan kenapa selama empat tahun SPPT PBB tidak keluar,
hanya membuat i-in makin berprasangka buruk pada semua orang.

Daripada makin pusing karna mikirin yang buruk2,
i-in akhirnya bertanya, "apa yang harus saya lakukan agar saya mendapatkan SPPT PBB tanah saya?
karna saya punya tanah dan tanah tersebut bukan lahan kosong,
melainkan ada bangunan rumah,"

Setelah mengumpulkan semua persyaratannya, i-in kembali ke kantor pajak.
Setelah memberikan sebundel berkas yang dibutuhkan,
i-in pulang dengan membawa janji dari petugas pajak,
bahwa 2 minggu lagi data i-in sudah ada di komputer.

Ketika i-in kembali 2 minggu kemudian.
Petugas pajak mengatakan bahwa berkas yang i-in serahkan 2 minggu yang lalu, HILANG.
Dan petugas pajak yang lain nyeletuk dengan pedas, "tanahnya emang uda dijual kali"

i-in menarik napas panjang.
Hati i-in sangaaaaaaaaaat sakit.

Ternyata beginilah hidup tanpa Ibu.
Ibuku meninggal,
Ayahku nikah lagi,
Aq mengurus adik2,
SPPT PBB berubah menjadi nama orang lain,
dan lihatlah betapa sulitnya mendapatkan SPPT PBB yang baru.

Warga bijak, taat pajak.

Dan menjadi warga yang bijak ternyata sangat sulit.

i-in pengen nangis, tapi i-in gak nangis.
Kenapa masalah seperti ini membuat air mata mengalir?
padahal saat saya tahu Ibu saya meninggal, saya tidak menangis sedikit pun?


Besoknya i-in kembali mengumpulkan berkas yang sama seperti 2 minggu yang lalu.
Tiga hari kemudian, data i-in sudah ada di komputer.

Dan selanjutnya tiap tiga bulan sekali,
i-in mengecek apakah rumahnya masih ada di komputer?



Kejadian ini dan banyak kejadian sejenis yang i-in alami,
membuat i-in sangat sadar, bahwa i-in sangat rentan menjadi korban kejahatan.
(terutama kejahatan terselubung)

Kondisi i-in yang tidak punya Ibu,
Dan tidak tinggal dengan Ayah (i-in tinggal dengan adik2)
membuat semua orang berlomba-lomba mendapatkan keuntungan dari i-in.

Bahkan orang yang sangat kaya raya pun,
ikut serta mengambil keuntungan dari i-in (walaupun gagal).


Dan setiap hari, tanpa pernah bosan,
i-in menunjukkan pada dunia, bahwa
gw cewek, uda gak punya nyokap, bokap uda kawin lagi.
tapi gw gak sedungu dan selemah yang loe kira.